Hadi Sarwoko., SKM., MMKes ; Antara Keluarga dan Organisasi
BERSAMA-sama dengan perawat Jepara, lelaki kelahiran Demak 1 Mei 1973 ini, tengah menyelesaikan proyek prestisius; mewujudkan Jepara Nursing Center. Gedung yang terletak di pusat Kota Jepara di atas tapak seluas 1.330 M2 itu, tidak sekadar pusat pengembangan keperawatan, tetapi direncanakan sebagai pusat bisnis yang menguntungkan. ‘’Harapannya ke depan, anggota PPNI Jepara tidak lagi iuran!’’ tekad Hadi Sarwoko SKM MMKes kepada Media Sehat.
Konsepnya gedung dibagi menjadi dua area, depan dan belakang. Ren- cananya pada bagian depan lantai satu akan difungsikan sebagai lobi, sekretariat, apotik, serta ners mart. Sedangkan lan- tai dua untuk dua ruang pertemuan dengan kapasitas masing-masing, 70- 100 orang dan 400-500 orang. Ini nanti akan kami sewakan untuk umum. ‘’Pembangunan tahap pertama ini, kami harapkan bisa selesai Desember 2020,’’ ujar Ketua DPD PPNI Kabupaten Jepara itu.
Sedangkan bagian belakang yang direncanakan berdiri dua lantai, akan difungsikan sebagai homestay 24 kamar. ‘’Kami melihat peluang di RSUD Kartini Jepara, banyak dokter koas, dokter institusi lain, teman-teman yang PKL, susah cari penginapan. Kami tangkap peluang itu, apalagi lokasi gedung ini tidak jauh dari rumah sakit,’’ papar pria yang sejak 2018 mendapat amanah sebagai Kepala Bagian Bina Program dan Hukum RSUD RA Kartini Jepara itu.
Alumnus SPK Muhammadiyah Kudus tahun 1992 itu mengatakan keuntungan dari bisnis Jepara Nursing Center akan dikembalikan kepada anggota. Konsep dasar inovasi ini untuk anggota dan masyarakat. ’’ Anggota tidak perlu iuran tahunan karena ditutup dari keuntungan usaha ini, kita juga bisa memberikan santunan untuk anak yatim maupun fakir miskin,’’ jelas perawat yang di- angkat menjadi CPNS di Puskesmas Kedung I Jepara pada tahun 1995.
Hadi menambahkan lahan pembangunan gedung di tengah kota itu dibeli seharga Rp 1,1 miliar. Sedangkan anggaran pembangunan gedungnya sebesar Rp 4,1 miliar. Untuk tahap pertama ini, anggarannya Rp 2,2 miliar. Anggaran pembangunan tersebut dari iuran dari 1.200 anggota yang besarnya bervariasi dari Rp 30 ribu hingga Rp 180 ribu tiap bulan. ‘’Saat peletakan batu pertama kemarin dapat sumbangan dari DPW Rp 30 juta, dan dari Grobogan Rp 10 juta, kemudian dari saweran teman-teman, yang Alhamdulillah terkumpul lumayan banyak,’’ tambah perawat yang mulai bertugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara sejak 2008.
Perawat yang lulus Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Universitas Muhammadiyah Semarang tahun 2004 itu menuturkan proyek pemban- gunan tidak dilimpahkan ke kontraktor. Pembangunan di- awasi sendiri oleh pengurus. ‘’Untuk menjaga kualitas, kami kerjakan sendiri. Dari belanja material, sampai pengawasannya. Jadi setiap hari ada pengurus yang piket, menemani pekerja. Kalau ditemani, mereka lebih bersemangat,’’ kata lulusan Magister Manajemen Kesehatan STM Imni Jakarta itu.
Merantau ke Kalimantan
Sebelum bekerja sebagai perawat, Hadi selama dua tahun pernah melanglang buana hingga ke Samarinda, Kalimantan Timur. Suami Ulya Ulfiana itu berjualan pakaian, barang elektronik, mebel, hingga barang kelontong di toko milik ayahnya. ‘’Tahun 1995 itu dapat panggilan, suruh milih Jepara, Demak, atau Kudus. Saya pilih Jepara,’’ ungkap sulung dari enam bersaudara itu.
Sejak itu, aktivitas ayah tiga anak itu, mengabdikan hidupnya di dunia keper- awatan. Sekarang rutinitasnya dimulai pukul 06.00, dan balik ke rumah menjelang malam. Maklum, kesibukannya luar biasa. Selain sebagai Ketua DPD PPNI Jepara, Hadi juga aktif di Saka Bhakti Husada juga dipercaya sebagai Ketua KONI Kecamatan Kedung, Wakil Ketua PBSI Jepara, dan Ketua PB Maestro Jepara. Selain itu, ia juga diperaya sebagai Ketua Pimpinan Muhammadiyah Cabang Kedung, dan Ketua MPKO Muhammadiyah Jepara. ‘’Semua itu rutin saya jalani. Hidup ini untuk keluarga dan organisasi. Harus pintar bagi waktu, dan ikhlas. Sekalipun berkegiatan sosial nonprovit, saya senang, bertemu banyak teman,’’ papar dia.
Di sela kesibukannya, Hadi masih menyempatkan waktu bermain badminton. Kegiatan olahraga ini menjadi favoritnya untuk membakar lemak tubuh. ‘’Tubuh saya yang berat ini kan harus dikendalikan. Setelah badminton badan jadi enteng. Kalau tidak keringatan dua minggu saja, badan rasanya tidak karu-karuan,’’ katanya.
Jika Hadi sekadar mencari keringat dan kegembiraan di lapangan bulutangkis, tiga anaknya, Farras (kelas dua SMA), Firda (1 SMA), dan Fafa (kelas 3 SD), memiliki catatan prestasi membanggakan di olahraga tepokbulu itu.
Baginya, olahraga adalah untuk menyeimbangkan hidup. Selain membakar kalori, olahraga menjadi sarana untuk refreshing. ‘’Sekadar bermain, bukan prestasi. Kalau sudah di lapangan gasak-gasakan dengan teman- teman, ger-geran, rasanya menggembirakan!’’ ujar Ketua PB Maestro Jepara itu.